Selasa, 10 Juli 2012

Interteks


Teori Intertekstualitas
    Dalam bidang sastra, intertekstualitas artinya telaah terhadap sejumlah teks yang diprediksi mempunyai hubungan tertentu dengan teks-teks lain, misalnya hubungan tema, penokohan, dan unsur-unsur intrinsik lainnya.
Secara lebih khusus,  telaah intertekstualitas berarti berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya yang muncul pada karya-karya berikutnya (Cika, 2003:780).

    Penelitian ini meletakkan suatu teks dalam sistem sastra dengan memperhatikan hubungan dan kesinambungannya dengan teks-teks lain, baik secara sinkronis maupun secara diakronis. Dengan kata lain dalam penelitian ini digunakan prinsip intertekstualitas, baik dalam rangka melacak penciptaan teks (Riffaterre, 1978) dan Culler, 1975:181, Teeuw, 2003:121) maupun dalam rangka menelusuri resepsinya (Jauss, 1974). Selanjutnya disadari, bahwa dalam menentukan hubungan antarteks itu terlibatlah penafsiran peneliti, yang sangat ditentukan oleh pengalaman bacanya. Di samping itu teks dan sumber informasi yang relevan dari masa lampau tidak selalu dapat ditemukan. Di sini terdapat tegangan antara pencipta teks bersama dengan pembacanya pada masa lampau dan peneliti sebagai pembaca masa kini. Tegangan itu tidak mungkin dijembatani sepenuhnya (Teeuw, 1984:374-375). Usaha peneliti di sini adalah menyajikan teks, membaca dan menafsirkannya dengan cermat sesuai dengan kemampuannya, sehingga teks itu masih dapat dipahami dan dinikmati oleh pembaca masa kini.

    Seperti disebutkan dalam kajian teks pada bagian terdahulu bahwa sumber utama kajian ini adalah Svargarohaóaparva berbahasa Jawa Kuno, dengan merujuk pada kitab suci Veda, termasuk kitab-kitab Upaniûad, susastra Hindu yang meliputi susastra Sanskerta, utamanya kitab Itihàsa, yakni Ràmàyaóa dan Mahàbhàrata (khususnya Úàbhaparva, Úàntiparva, Mahàprasthànikaparva, dan Svargarohaóaparva Sanskerta), serta susastra Hindu berbahasa Jawa Kuno utamanya Agastyaparva, Arjunavivàha, Úivaràtrikalpa, dan Koravàúrama, di samping karya sastra Bali seperti Gaguritan Bhìma Svarga, Putru Pasaji, Àtmapraúaòúa, Kakavin Aji Palayon, Gaguritan Japatvan, dan Kiduò serta Gaguritan Bagus  Diarsa.

     Sebuah teks tidak akan bebas dari pengaruh teks-teks lainnya, demikian pula berbagai teks yang dikaji dalam penelitian ini. Penelitian interteks dilakukan dengan pendekatan intertekstual atau prinsip hubungan antar teks yang untuk pertama kalinya dikembangkan oleh peneliti Perancis, Yulia Kristeva. Prinsip ini berarti bahwa:
Setiap teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain, tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, kerangka. Pemahaman teks baru memerlukan latar belakang pengetahuan teks-teks yang mendahuluinya (Teeuw, 2003:120-121).
  
Lebih jauh A. Teeuw (2003:121) dengan mengutip Culler (1981:103) menyatakan bahwa dari segi teori sastra prinsip intertekstualitas mempunyai aspek lain: (it) leads us to consider prior text as contributions to a code which makes possible the various effect of signification. Seperti disebutkan di atas, bahwa pemahaman tentang teks  dalam kaitannya dengan ciri-cirinya sebagai jaringan, maka dekonstruksi identik dengan interteks (Kutha, 2004:221). Dalam hal ini dikemukakan kembali contoh pengakuan pengarang Gaguritan I Japatvan dengan tegas menyatakan bahwa karya sastra yang dikerjakannya mengambil sumber beberapa cerita dan teks-teks yang sebelumnya pernah dibaca (Deger, 2002:iii).

Sumber: Buku Persepsi Umat Hindu di Bali Terhadap Svarga, Naraka, dan Mokûa Dalam Svargarohaóaparva: Perspektif Kajian Budaya; Dr. I Made Titib, Ph.D; 2006 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar