Senin, 25 Maret 2013

Semara dahana

Semaradahana.
Diceritrakanlah ada seorang raksasa yang bernama Nilarudraka yang datang menyerang sorga, dan para Dewa setelah mengalami pertempuran yang lama akhirnya tidak berhasil terpaksa melarikan diri. Maka para Dewa-Dewa lain pun mengadakan pertemuan dan minta pada Bhagawan Whraspati untuk meramalkan siapa sebenarnya yang akan bisa mengalahkan raksasa Nilarudraka ini.


Dari ramalan ini terlihatlah bahwa yang akan mengalahkan raksasa Nilarudraka tidak lain adalah putranya Bhatara Siwa yang berkepala gajah. Para Dewa-Dewa menjadi kebingungan karena Bhatara Siwa tidak atau belum mempunyai putra semacam itu dan disamping itu pula Beliau sekarang ada dalam keadaan bersemadi di Gunung Kailasa tidak ada para Dewa yang akan berani mengganggunya.
Akhirnya para Dewa mengambil suatu keputusan bahwa Bhatara Siwa harus dibangunkan dari semadi Beliau dan dimintalah Bhatara Semara untuk membangunkan Beliau. Atas permintaan para Dewa maka Bhatara Semara-pun bersedia dan segera datang ke Gunung Kailasa tempat Bhatara Siwa bersemadi diiringi oleh para Dewa-Dewa.

Dengan panah asmara yang dilepas oleh Bhatara Semara yang mengenai Ulu hati Bhatara Siwa maka dengan tiba-tiba bergetarlah rasa rindu dan birahi Beliau sehingga semadi Bhatara Siwa menjadi buyar. Begitu Beliau membuka mata, dilihat Bhatara Semara baru saja menaruh busur panahnya sehingga Beliau sadar bahwa bangunnya Beliau dari semadi tidak lain adalah karena diganggu oleh Bhatara semara. Bangkitlah murka Beliau dan dari mata Beliau yang ketiga keluarlah api menyorot dan seketika membakar hangus tubuh Bhatara Semara.

Melihat kejadian itu maka para Dewa-Dewa-pun takut dan semuanya berdoa serta meminta maaf bahwa apa yang diperbuat oleh Dewa Semara adalah atas permintaan para Dewa semua, karena sorga diancam bahaya diserang oleh raksasa Nilarudraka. Menurut ramalan hanya putra Bhatara Siwa-lah yang akan bisa mengalahkannya. Demikian pula Dewi Ratih dengan ratapan tangis yang memilukan memohon agar Bhatara Semara dihidupkan kembali, tetapi Bhatara Siwa tidak berkenan serta berkata “apa yang sudah terjadi tetap terjadi”. Demi kesetiaannya kepada Dewa Kama maka Dewi Ratih-pun memohon kehadapan Bhatara Siwa agar dirinya ikut dibakar serta abunya disatukan dengan Dewa Kama. Permohonan Dewi Ratih ini dikabulkan, maka untuk kedua kalinya Dewa Siwa memancarkan api dari mata Beliau yang ketiga membakar hangus Dewi Ratih. Sebab itulah Dewa Kama dan Dewi Ratih tidak berdandan lagi. Rasa rindu akibat panah asmara Dewa Kama menyebabkan Bhatara Siwa menemui Dewi Uma sehingga dalam waktu yang singkat mengandunglah Dewi Uma.

Pada suatu saat Bhatara Siwa dan Dewi Uma berjalan-jalan dipuncak Gunung Kailasa dan menjumpai kembali abu Dewa Kama dan Dewi Ratih. Dewi Uma menyadari bahwa pertemuan Beliau ini dengan Bhatara Siwa adalah karena jasa Dewa Kama. Inginlah Dewi Uma membalas jasa Dewa Kama maka dimohonkanlah kepada Bhatara Siwa agar beliau berkenan menghidupkan kembali kedua Dewa itu.
Bhatara Siwa tidak berkenan, tetapi Beliau menyetujui abu Dewa Kama dan Dewi Ratih ditebarkan ke dunia agar kedua Dewa itu hidup kembali di dunia memasuki jiwa dan lubuk hati dari semua makhluk di dunia.
Dewa Kama masuk ke dalam lubuk hati setiap pria dan Dewi Ratih memasuki lubuk hati setiap wanita sehingga terjalinlah kasih sayang dan kesetiaan dari kedua jenis ini.

Diceritrakan kembali para Dewa yang sudah mengetahui bahwa Dewi Uma sudah hampir akan melahirkan. Mereka khawatir kalau-kalau putra Dewi Uma tidak berkepala gajah, sebab itu disepakatilah oleh para Dewa-Dewa akan meminjam Gajah milik Dewa Indra yaitu Gajah Airawata. Demikianlah pada waktu Dewi Uma sedang asyik memetik bunga ditaman, para Dewa lalu melepaskan Gajah Airawata ditaman tersebut sehingga menyebabkan terkejutnya Bhatari Uma. Pengaruh keterkejutan itu menyebabkan Dewi Uma melahirkan Dewa Ganesa yang berkepala Gajah. Para Dewa sangat gembira, karena apa yang diharapkan telah terkabul.

Begitu Dewa Ganesa lahir, sudah diadu berperang melawan Nilarudraka. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu Dewa Ganesa selalu kena pukul. Anehnya setiap kali Dewa Ganesa kena pukul badannya menjadi tambah besar dan akhirnya dalam waktu yang sigkat menjadi dewasa. Nilarudraka sangat kebal, semua senjata tidak mempan pada tubuhnya, akhirnya Dewa Ganesa mengambil patahan taringnya sendiri dipergunakan sebagai senjata, dengan patahan taring ini gugurlah Raksasa Nilarudraka.

1 komentar:

Made Budilana. mengatakan...

terimakasih, ceritanya sangat bagus.