Senin, 25 Maret 2013

Mejaya-jaya



Mantram Mejaya-jaya.

Om Dirgayur Astu tat astu,
Om subham astu tat astu,
Om Sukham bhawantu,
Om Purnam bhawantu,
Om sreyam bhawantu,
Om Sapta wrddhin astu tat astu astu swaha.

Artinya:
Om Hyang Widhi Wasa semoga kami dianugrahi kesejahteraan, kebahagiaan, dan panjang umur

Mantra Lekesan

Om suruh mara jambe mara, 
timiba pwa sira ring lidah, 
Sanghyang Bumi Ratih ngaranira, 
tumiba pwa sira ring ati, 
Kunci pepet aranira, 
ketemu-temu dalaha, 
samangkana lawan tembe, 
netu pwa sira ring wewadonan 
Sang Hyang Sumarasa aran nira, 
wastu kedep mantranku.

Mantra Pengurip-urip

Om urip-uripang bayu, sabda idep, teka urip, Ang Ah.

Mantra potong gigi pertama

 Mantra waktu pemotongan gigi yang pertama

Om lunga ayu, teka ayu. 
(diucapkan tiga kali)

Semara dahana

Semaradahana.
Diceritrakanlah ada seorang raksasa yang bernama Nilarudraka yang datang menyerang sorga, dan para Dewa setelah mengalami pertempuran yang lama akhirnya tidak berhasil terpaksa melarikan diri. Maka para Dewa-Dewa lain pun mengadakan pertemuan dan minta pada Bhagawan Whraspati untuk meramalkan siapa sebenarnya yang akan bisa mengalahkan raksasa Nilarudraka ini.

Kala Tattwa

Kala Tattwa


Diceritrakan Bhatara Siwa sedang berjalan-jalan di atas samudra bersama-sama dengan Bhatari Uma kebetulan kain Bhatari Uma tersingkap oleh angin maka terlihatlah betis beliau sehingga keluarlah nafsu Bhatara Siwa untuk bersenggama.

Pada saat itu jatuhlah kama (mani) Bhatara Siwa di lautan dan kama ini dipelihara oleh Sanghyag Trimurti sehingga lahirlah Bhatara Kala. Sesudah bcrwujud Bhatara Kala maka inginlah beliau mengetahui siapa ayah dan ibu beliau. Karena rupanya yang menakutkan maka setiap orang atau raja yang menjumpai menjadi takut sehingga ada yang lari dan sebagian lagi para raja-raja ini melawan disangka Bhatara Kala ini bermaksud jahat. 

Akhirnya para Dewa memohon kepada Bhatara Siwa untuk menghadapi Bhatara Kala ini. Setelah Bhatara Siwa bertempur beberapa saat maka melihat kesaktian Bhatara Kala yang sedemikian hebat inginlah Beliau mengetahui apa sebenarnya tujuannya berperang.

Setelah Bhatara Siwa bertanya apa tujuan Bhatara Kala datang ke sorga maka dijawablah bahwa sebenarnya Bhatara Kala ingin menjumpai ayah dan ibunya yang tidak diketahui sejak beliau dilahirkan di lautan. 

Oleh karena itu maka Bhatara Siwa meminta agar Bhatara Kala mau memotong taringnya sebab setelah taring itu dipotong barulah dia akan bisa melihat Ibu dan Bapa.

Permintaan Bhatara Siwa itu dipenuhi sehingga dipatahkanlah taringnya sendiri dan setelah itu barulah Bhatara Siwa mau mengakui bahwa Bhatara Kala adalah putra Beliau dan Ibunya adalah Bhatari Uma.

KALAPATI

PUJA KALAPATI

“Iki puja kalapati, nga, kramaning wang pasalin panji, apa guntingan, atatah syungkala until, gantya prawertti wilasaning anadi janma masajati, prasida sujana sujati, mari ya awaking kala bhuta pisaca raksasa sasaman ika, apan wus pinutung syungira, untunira, mari ya mawisa cemer. Ginutung tungtunging romanira, mari ya letuh ning çariranira, apan duking wawu metu saking guagarbha nguni kita karaketan dening camah, mala mwang letuhing bhaga-wasaning babu nguni, ndan tuntutan dening panca-mahabhuta mwang sarwa kala rumaketing raga çarira nguni, yata maweh mala sumaputing raga çariranta, manadipwaya kala bhuta pisaca raksasa danawa wil yaksa detya dhanuja kinabehan, abhirawa swabhawanta angker, kagirin girin, mur ikang sarwa dewa awering kabeh agila-gila tumoni kita, luluh kasaputan dening mala amurtti hyang kalapati, reppwa sira mareki hyang bapa hyang ibu nguni, tapwan kapanggih pwa sira, apan dahating suksmacintya pangadeganira tan kawasa tinon dening akak kasaputan mala mwang camah, campur letuh, tuhu yan kari ya pengawaking kala bhuta pisaca, yata marmaning tan kapangguha jati pangadengira hyang bapa ibu nguni yan sangkan paranta anadijanma. 
Ica sang hyang paramecwara sadgana lawan bhatari munggwing padmasana manimaya, tumo wilasaning janma manusa ring mrcapada, tut kalawan sarwa kala bhuta pisaca raksasa, matangnyan inugrahanira tang puja kalapati, ngaran saparikramaning wang apasalin panji, nga, pasalin pandiryaning raga çarira, yogya tinut dening manusa loka kinabehan, marganira amanggih kamanusajatyan suksma jati, ri samangke mwang wekasan, rumaketa ikang sarwa dewa, maka widining raga çariranira, tan doh hyang pitara kamimitanira nguni, nahan parikramanya

Terjemahan bebasnya :
Inilah yang disebut Puja Kalapati, cara orang berubah status (tingkat), seperti upacara potong rambut (mepetik), potong gigi (taring dan gigi seri), berubah status menjadi manusia sejati, menjadi manusia yang baik, berhenti berjasad bhuta kala pisaca raksasa atau lainnya sebab sudah dipotong taringnya, giginya tidak lagi berbisa kotor.
Digunting ujung rambutnya, tidak lagilah kotor tubuhnya, sebab sejak dilahirkan dari rahim (ibu) dahulu, kamu dilekati oleh kekotoran rahim ibu dahulu, maka diikutilah oleh pancamahabhuta serta kala yang melekat pada tubuhmu, itulah yang memberikan kekotoran pada diri dan pribadimu, menjadilah dia kala bhuta pisaca raksasa dhanawa, wil, yaksa, danuja semuanya hebat wujudnya menakutkan, menakut-nakuti, pergilah semua Dewa- Dewa, geli melihatmu, lebur diliputi kekotoran dari wujud Hyang Kalapati.
Ingin pulalah kamu mencari (mendekati) Ibu dan Bapakmu dahulu, tidak akan diketemukan olehmu, oleh karena sangat suci wujud Beliau, tidak bisa dilihat oleh orang yang diliputi oleh kekotoran, campur maupun camah, bila kamu masih berbadan kala bhuta pisaca, itulah sungguh yang menyebabkan tidak bisa bertemu dengan wujud sesungguhnya dari Bapak Ibumu dahulu yang menciptakan yang merupakan asal dan tujuanmu menjadi manusia. Kasihanlah Sanghyang Parameswara bersama Bhatari yang bertahta di atas Padmasana permata yang tidak kelihatan, melihat tingkah laku manusia di dunia diikuti oleh kala bhuta pisaca raksasa, sebab itu dianugerahkanlah oleh beliau puja kalapati namanya yang merupakan petunjuk bagi orang yang berganti kehidupan (misalnya perubahan status dari anak-anak jadi dewasa, dari bujangan menjadi orang berumah tangga dan sebagainya), perubahan pribadi, patutlah diikuti oleh manusia sekalian, agar bisa menjumpai hakekat sebagai manusia sejati, batin yang sejati, pada hidup sekarang dan kemudian (kelak), dicintai dan didekati oleh para Dewa sebagai Widhinya dari diri pribadi kita, tidak pula jauh para pitara leluhurnya dahulu demikianlah halnya.