Sabtu, 08 Desember 2012

LEAK


MITOS TENTANG LEAK

Menurut Jiwa Atmaja, sebagian aktivitas ritual dan kultural di Bali, bersumber dari mitologi tentang Leak (ilmu hitam). Mitologi-mitologi tersebut antara lain; Ratu Gede Macaling, Tanting Mas dan Tanting Rat, Puyung Sugih, Durgadening,
Basur, Kala Sunda Upasunda, Kala Eket, Ki Balian Batur, Dukuh Suladri, Prabu Udayana, Kuntisraya, Dadeplung dan Ahmad Muhamad. Teks-teks naratif itu tidak terdistribusikan ke tengah-tengah masyarakat, sehingga dalam melaksanakan kedua aktivitas itu, orang cenderung melakukannya tanpa mengetahui makna totalitas teks-teks itu. Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan terancam “marabahaya” jika tidak melaksanakan apa yang diamanatkan oleh mitologi gelap itu. (Leak Dalam Foklore Bali. 2005)
            Lebih lanjut dikatakan bahwa dari semua mitologi itu, teks Tanting Mas dan Tanting Rat, yang rupanya merupakan hasil upaya membumi-balikan teks Calon Arang, menyajikan mitos-mitos pengeleakan yang agak lengkap dibandingkan teks-teks lainnya. Dalam teks Tanting Mas dan Tanting Rat, tidak saja dikisahkan adanya situasi akibat dari peperangan antara kekuatan ilmu hitam (pengiwa) dan ilmu putih (penengen), juga disebutkan adanya tingkatan-tingkatan dalam pengajaran ilmu hitam, pemujaan terhadap Batari Durga, dan adegan yang demikian hidup dan mencekam mengenai praktik-praktik ilmu hitam, yang dalam masyarakat Bali disebut pengeleakan.
            Dalam mengisahkan adanya tingkatan-tingkatan pengeleakan itu, penulis teks Tanting Mas dan Tanting Rat masih sempat menyisipkan pandangannya mengenai kasta di Bali.
            Disebutkan bahwa, Batari Durga sempat menambah ilmu pengeleakan Ni Madusegara menjadi tingkat 11 dengan tujuan agar, untuk sementara Tanting Mas dapat dikalahkan. Tanting Mas harus diberi pelajaran karena melakukan kesalahan, yakni tidak menyebarkan ilmu pengeleakan secara rahasia, ketika Ni Madusegara memohon pelajaran kepadanya. Setelah Tanting Mas dapat dikalahkan oleh Ni Madusegara dalam suatu perang tanding, maka tingkat ilmu pengeleakan Ni Madusegara, dipotong empat tingkat oleh Batari Durga dengan alasan Madusegara berasal dari kasta sudra. Selanjutnya, Madusegara hanya menguasai ilmu pengeleakan tingkat 7 dengan status Rarung atau sisia (anak buah). Dengan demikian, teks Tanting Mas, menginformasikan kepada kita di dalam dunia pengeleakan pun dikenal sistem kasta. (Leak Dalam Foklore Bali. 2005)
            Disebutkan Tanting Mas telah memiliki ilmu pengeleakan sampai ke tingkat 9 dan telah mampu melaksanakan aji penerangjana. Menurut I Wayan Kardji, leak penerangjana adalah ilmu pengeleakan yang mampu membunuh mangsanya - baik pada malam hari maupun siang hari - hanya dengan memandangi (pandreng) calon korbannya. (Ilmu Hitam dari Bali. CV Bali Media, 2000, hlm. 86)
            Dengan cara demikian, seorang yang menguasai aji penerangjana, dapat membuat calon korbannya meninggal mendadak tanpa diketahui tanda-tandanya oleh orang awam, kecuali (diketahui oleh) orang yang telah mencapai atau mempelajari penengen kelas tinggi. Dalam teks ini, Mpu Peradah disebutkan sebagai tokoh yang mampu mengetahui tanda-tanda orang yang terkena aji penerangjana.
            Dalam teks Tanting Mas ... disebutkan telah tiga kali ia menggunakan aji penerangjana untuk mencelakai orang. Pertama, ketika Tanting Mas mencelakai Prabu Dirah, yang tidak lain adalah suaminya sendiri. Hanya karena masalah kecil dia tega membunuh suaminya dengan aji penerangjana. Kalau menurut ilmu kedokteran, mungkin matinya Prabu Dirah dianggap karena serangan jantung. Dan setelah itu, Tanting Mas dikenal dengan nama Walunateng Dirah, karena sudah menjadi janda (walu = balu). Kedua, ia gunakan untuk mencelakai Patih Maling Nglayang, yang hanya dengan memandangi bayang-bayangnya saja mengakibat-kan patih itu mati terbakar. Ketiga, ketika ia gunakan untuk mencelakai Patih Taskara Maguna, Maling Maguna, demikian namanya yang lain. Namun kali ini Tanting Mas gagal. Karena begitu Patih Taskara Maguna merasa kewalahan, atau merasa dirinya kalah sakti dengan Tanting Mas, dia pun cepat-cepat ambil langkah seribu. Dalam istilah Jawa dikenal dengan sebutan “tinggal gelanggang colong playu”. Lariiiiiiiiiiiiii ....... Dan ngumpet, bersembunyi di balik pepohonan, sehingga tidak terkena serangan senjata laser yang keluar dari kedua mata Tanting Mas berupa aji penerangjana. Jika tidak, Patih Maling Maguna pasti K.O, pasti mati, diterjang aji penerangjana yang digunakan Tanting Mas, yang tidak lain adalah Calon Arang versi Bali. Begitu kata Jiwa Atmaja.

(Sumber : Buku Leak Sari, Paramita Surabaya)

Tidak ada komentar: