CINTA
DITOLAK, LEAK BERGERAK
Tanting
Mas adalah permaisuri Prabu Dirah, yang karena jengkel suaminya tidak mau
menggendong anaknya yang menangis, pada saat paseban agung (rapat
paripurna) menjadi marah dan memandangi suaminya dengan tajam (pandreng)
dan sang Raja pun mati di tempat.
Mati mendadak pada saat rapat paripurna.
Menurut analisa kedokteran beliau wafat karena serangan jantung. Sedangkan
menurut analisa Mpu Peradah beliau wafat karena serangan aji penerangjana.
Nah lho, mana yang benar?
Ternyata penolakan Prabu Dirah
mengendong anaknya pada saat paseban agung, bukanlah satu-satunya alasan
bagi Tanting Mas untuk membunuh suaminya. Ada alasan lain yang lebih besar
yaitu; ingin menjadi Raja dan memerintah di Dirah, yang kemudian bergelar
Walunateng Dirah. Rupanya haus kekuasaan bisa memupuskan rasa cinta Tanting Mas
terhadap suaminya, sehingga tega-teganya membunuh suami sendiri. Mitologi
inipun sering terbukti di dalam masyarakat. Artinya pada mereka yang memiliki
ilmu pengeleakan tingkat tinggi, pada umumnya berstatus janda. Karena
suaminya telah mati lebih dulu dan dijadikan tumbal ilmu pengeleakannya.
Tentu saja tidak ada maksud penulis untuk mengatakan, bahwa setiap janda pasti
bisa ngeleak. Tidak.
Sekarang diceritakan mengenai putri
Walunateng Dirah, yakni Ratna Manggali sudah gadis, sudah dewasa. Cantik molek
bagaikan Dewi Supraba, bidadari dari Kahyangan. Menurut pertimbangan Walunateng
Dirah, Ratna Manggali akan dijodohkan dengan sepupunya, yakni Prabu Erlangga di
Kediri. Tetapi Prabu Erlangga telah mengetahui tingkah polah Walunateng Dirah
yang sudah termasyur ilmu ke digjayaannya. Leak ugig, aneluh
anerangjana. Karena itu, Prabu Erlangga menolak untuk memperistri Ratna
Manggali. Menurut logikanya, seorang anak pasti mewarisi kemampuan ibunya.
Secara sengaja atau tidak, disadari atau tidak ilmu itu akan dimiliki pula oleh
anaknya.
Penolakan Prabu Erlangga untuk
memperistri Ratna Manggali membuat Walunateng Dirah menjadi sangat marah,
merasa terhina, merasa dilecehkan. Padahal dirinya adalah seorang Ratu sakti
mandraguna. Maka dengan amarah yang meluap-luap dia perintahkan para
prajuritnya untuk menggempur Kediri. Menghancurkan Kediri hingga menjadi
kubangan badak. Hancur lebur tanpa sisa. Namun, sebelum menghancurkan Kediri
terlebih dahulu Walunateng Dirah menghadap ke Kahyangan diikuti oleh para
prajuritnya, yang merupakan anak buah dan sisia-sisianya, untuk memohon
izin serta restu dari Bhatari Durga. Bhatari Durga berkenan memenuhi permintaan
Walunateng Dirah, namun memberi batasan bahwa yang boleh dihancurkan hanyalah
daerah pinggiran saja. Maka dibombardirlah wilayah pinggiran Kediri, dengan
rudal-rudal pemusnah seperti Tuju, Desti, Teluh, Anerangjana dan
sebagainya.
Sekarang diceritakan Negara Kediri
sudah hancur. Ada orang sakit pagi hari, sorenya telah meninggal. Sakit malam
hari, esok paginya meninggal. Ranjau-ranjau pepasangan sangat banyak di
jalanan, sehingga membuat penduduk sangat ketakutan. Situasinya begitu
mencekam, tidak ada seorang manusia pun yang berani lalu-lalang di jalanan.
Prabu Erlangga menjadi risau, sangat
sulit memikirkan bagai mana cara melenyapkan Walunateng Dirah. Para patih sudah
banyak yang menjadi korban, antara lain Patih Madri yang meninggal pada saat
mengembalikan pinangan ke Dirah. Demikian pula Patih Maling Nglayang, yang bisa
terbang di angkasa dan sangat digjaya, ternyata tewas secara mengenaskan.
Karena pada saat melayang di udara bayangannya di pandreng - dipandangi
dengan tajam - oleh Walunateng Dirah dan tiba-tiba Patih Maling Nglayang jatuh
terkapar serta mayatnya terbakar.
Kemudian Sang Prabu menugaskan Patih
Taskara Maguna alias Maling Maguna, untuk membunuh Walunateng Dirah. Ketika
tiba di Dirah hari sudah senjakala, saat sandikala. Maling Maguna langsung
masuk ke puri dan menusuk Walunateng Dirah, akan tetapi janda itu ternyata
kebal senjata - ora tedas tapak palune pande - tidak terluka oleh segala
senjata buatan pande. Maling Maguna pun lari tunggang-langgang, bersembunyi di
balik pepohonan, jika tidak iapun bisa mati gosong, bisa mati terbakar setelah
dipandang tajam Walunateng Dirah. Maling Maguna bergegas pulang ke puri dan
melaporkan misinya yang gagal untuk membunuh Walunateng Dirah, kepada Prabu
Erlangga. Demikianlah nasib Prabu Erlangga, hanya karena menolak cintanya Ratna
Manggali dan mengembalikan pinangan Walunateng Dirah, negaranya menjadi hancur
lebur digempur leak.
Pemikiran seperti yang dimiliki
Prabu Erlangga, ternyata juga telah diwarisi oleh kebanyakan masyarakat di
Bali. Tengok saja disekeliling kita, kalau ada seorang gadis yang orang tuanya
“dicurigai” bisa ngeleak, dijamin cewek tersebut tidak ada pemuda yang
berani ngapelin. Kecuali pemuda dari lain desa yang tidak mengetahui hal itu,
atau boleh jadi pemuda setempat yang orang tuanya juga bisa ngeleak.
Maka terjadilah perkawainan antara keluarga leak. Tentu saja pemikiran
seperti itu tidaklah sepenuhnya benar. Buktinya, Diah Ratna Manggali putri Ratu
leak sejagad, tidak bisa ngeleak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar