Konsep Naraka
Penggambaran naraka dalam kitab suci Veda
disebutkan sebagai tempat jauh ke lembah yang sangat dalam, jurang tanpa dasar
yang penuh kegelapan, tanpa seberkas cahaya, seperti digambarklan dalam Ågveda
V.5.,
Ågveda VII.104.3 dan Atharvaveda II.14.3. Roh yang
melakukan karma yang buruk menikmati naraka. Di dalam Matsya Puràóa
(39.4, 7-8 dan 41.6) disebut juga dengan nama bhaumam yang berarti bumi
(Ramachandra, III. 1995:207).
Selanjutnya tentang naraka ini dijelaskan
sebagai berikut. Terdapat alam pitra
(pitraloka) yakni tempatnya di tengah-tengah di antara tiga alam
(triloka), pada bagian selatan di bawah bumi dan di atas Atala (Atalaloka).
Dewa Agniûvàtta dan para pitra yang lain tinggal di sana, tekun melakukan meditasi yang khusuk untuk
kebahagiaan bagi siapa saja yang datang ke alam pitra (pitåloka).
Dewa Yama adalah penguasa alam pitra. Dewa Yama sangat teliti dalam
menegakan keadilan, sehingga diberi nama Yamadharma. Dewa Yama menegakkan
keadilan terhadap semua makhluk tergantung dari karma baik atau buruk yang
dilakukan pada kehidupannya di bumi. Dewa Yama memiliki kemampuan untuk
memeriksa setiap perilaku makhluk serta hukuman yang harus diterima. Mereka
yang melakukan dosa atau karma buruk diberi pahala berupa naraka (dan
yang baik pahala svarga).
Penggambaran
naraka dalam susastra Jawa Kuno tampaknya berbeda dengan penggambaran di
dalam kitab-kitab Veda dan Puràóa tersebut di atas. Demikian pula,
penggambaram yang sama (tentang naraka) dalam karya sastra Bali, berbeda
dengan kedua susastra Hindu berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuno di atas. Dalam
karya sastra Bali, naraka digambarkan sebagai tegal panangsaran
(tanah tandus tempat dijermurnya roh), batu macëpak (batu yang berfungsi
menjepit roh), titi goògaò (jembatan yang bila dilalui akan melemparkan
roh yang melewatinya ke dalam kawah naraka), kayu curiga (pohon
dengan daun-daunnya berupa keris yakni bila digoyangkan melukai roh-roh yang
berteduh di bawahnya), dan lain-lain.
Sumber: Buku Persepsi Umat Hindu di Bali Terhadap Svarga, Naraka, dan Mokûa Dalam Svargarohaóaparva: Perspektif Kajian Budaya; Dr. I Made Titib, Ph.D; 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar